You have been redirected to your local version of the requested page

Titrasi adalah

Secara sederhana, titrasi adalah sebuah metode kimia untuk menentukan konsentrasi sebuah analit. Untuk mendapatkan hasil tersebut, dibutuhkan sebuah larutan yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya yang disebut larutan standar. Pada artikel ini akan kita bahas juga prinsip, jenis-jenis, dan rumus titrasi.

Reaksi Kimia Analit dengan Titran

Dalam hal mendapatkan hasil konsentrasi analit, Titrasi melibatkan reaksi kimia antara analit dengan titran. Titran yang digunakan merupakan sebuah larutan standar yang sudah diketahui secara spesifik konsentrasinya.

Indikator Titrasi Konvensional

Dalam menentukan titik ekivalen pada titrasi konvensional, dibutuhkan suatu indikator. Berdasarkan gambar di atas, nilai pH analit menjadi pertimbangan dalam menentukan indikator apa yang digunakan saat analisis.

Berbeda halnya dengan titrasi konvensional, Titrasi otomatis tidak lagi menggunakan indikator (perubahan warna) melainkan langsung dalam bentuk nilai potensial menggunakan elektroda.

Titrasi Asam-Basa, Redoks, Kompleksometri, dan Karl Fischer

Secara prinsip, titrasi dibagi menjadi beberapa jenis namun 4 jenis berikut menjadi yang paling umum dilakukan, yaitu:

  1. Titrasi Asam Basa. Titrasi ini merupakan suatu metode penentuan suatu larutan asam dengan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, atau sebaliknya. Prinsip titrasi asam basa ini didasarkan pada reaksi netralisasi. 
  2. Titrasi Redoks. Prinsip dari titrasi ini menggunakan reaksi redoks antara analit dan titran. Hal ini memungkinkan analis mendapatkan nilai konsentrasi larutan suatu zat (analit) yang bertindak sebagai oksidator atau reduktor. Titrasi Iodometri dan permanganometri merupakan metode titrasi yang menggunakan prinsip titrasi reduksi-oksidasi (titrasi redoks).
  3. Titrasi Kompleksometri. Saat Anda ingin menentukan nilai kesadahan atau kadar ion logam dalam sampel maka jenis titrasi ini sangat cocok untuk dipilih. Prinsip kerja dari titrasi kompleksometri ini membentuk persenyawaan kompleks antara titran dan titrat. Salah satu senyawa kompleks yang biasa digunakan sebagai titran pada titrasi kompleksometri adalah Etilen Diamin Tetraacetic Acid (EDTA)
  4. Titrasi Karl Fischer. Seperti namanya, titrasi jenis ini menggunakan reagen Karl Fischer sebagai pereaksi, dimana reagen Karl Fischer terdiri atas SO2, I2, larutan basa, dan alkohol. Titrasi Karl Fischer ini berfungsi untuk menentukan kadar air (moisture/kelembaban) suatu sampel. Pada metode konvensional, penentuan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri (penimbangan setelah pemanasan) dan destilasi. Namun banyak hal yang menjadi kekurangan dari keduanya, yaitu saat pemanasan tidak hanya air yang menguap namun juga senyawa organik, ada senyawa yang sangat kuat mengikat air sehingga akan mengganggu hasil akhir penguapan. Selain itu, proses destilasi membutuhkan waktu yang lama dan akan meninggalkan bekas yang sulit dihilangkan. Berbeda halnya dengan analisis konvensional, titrasi Karl Fischer memungkinkan analis untuk mendapatkan hasil dengan sangat cepat (menit), kalkulasi dari kadar air sudah didapatkan secara otomatis, juga dapat menganalisis molekul air bebas serta air yang terikat kuat dengan senyawa. Berikut reaksi yang terlibat: 

Reagern Karl Fischer terdiri dari SO2, Basa, alkohol, dan I2. Berdasarkan reaksi di atas, dapat diketahui reaksi yang terjadi antara metanol, SO2, dan Basa akan membentuk senyawa alkil sulfit. Kemudian I2 yang bertindak sebagai oksidator akan mengoksidasi Alkil Sulfit menjadi Alkil Sulfat dengan mengonsumsi H2O dalam reaksinya. Tiap 1 mol I2 setara dengan 1 mol H2O yang terkonsumsi. 

Dewasa ini, kebanyakan pabrik dan laboratorium industri telah banyak menggunakan titrasi otomatis (autotitrator). Hal ini memungkinkan mereka untuk mendapatkan kadar dari analit yang dikalkulasikan secara otomatis langsung dari alat tanpa perhitungan manual.

Namun pada dasarnya, untuk mendapatkan nilai konsentrasi dari metode analisis titrasi dapat menggunakan rumus dasar pengenceran berikut.

Hingga saat ini, metode titrasi telah sangat berkembang. Segala hal yang menyangkut ketidakpastian dieliminasi. Salah satunya adalah penentuan titik ekivalen secara visual. Ketika analis melakukan analisis titrasi dengan bantuan indikator maka titik ekivalen ditandai dengan perubahan warna seulas yang dilihat oleh analis. Tentunya hal ini akan menyebabkan perbedaan hasil dari tiap analis. Selain itu, dalam penentuan kadarnya, titrasi manual membutuhkan pembuatan kurva titrasi dan penghitungan secara manual. Hal ini membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Perbedaan antara titrasi manual dan otomatis disajikan pada tabel berikut.

 

 

Parameter Titrasi Manual Titrasi Otomatis
Dosing Buret Manual Buret Otomatis + piston
Akurasi 0.1 mL 0.05 µL
Deteksi Perubahan Warna (Mata) Potensial (Elektroda)
Kontrol Operator Manual Sistem Terintegrasi
Kalkulasi Operator Manual Otomatis
Ketelusuran Data - Traceable
Autosampler - Sample Changer